• Jelajahi

    Copyright © JELAJAH HUKUM

    Afiliasi MPTG

    Banner IDwebhost

    PENDIDIKAN

    Ketum GAPURA Pertanyakan Pemeriksaan Para Kades Oleh Inspektorat Kabupaten Sukabumi

    Senin, 8/07/2023 10:56:00 PM WIB Last Updated 2023-08-07T16:30:26Z
    masukkan script iklan disini

     

       (Foto: Ketua Umum Gapura, Hakim Adonara)


    SUKABUMI, Jelajahhukum.id _ Sebanyak 85 Kepala Desa (Kades) dan Bendahara Desa (Bendes) di Kabupaten Sukabumi yang diperiksa oleh Inspektorat akibat dugaan penyalahgunaan Dana Desa dari adanya kerjasama bantuan hukum desa dengan salah seorang lawyer, hal ini dipertanyakan oleh Ketua Umum LSM GAPURA, Hakim Adonara. Menurut Hakim, Inspektorat Kabupaten Sukabumi telah mendegradasi kewenangan APH.


    Penyalahgunaan wewenang atau kesalahan yang bersifat administratif dan dianggap merugikan negara sudah terjadi dengan adanya bukti bahwa para Kades tersebut sudah menyetorkan uang jutaan rupiah yang bersumber dari Dana Desa kepada salah seorang lawyer untuk Pendampingan Hukum, hal ini dipertanyakan oleh Ketua Umum GAPURA Hakim Adonara.


    "Untuk apa para Kades harus diperiksa oleh Inspektorat, dalam dugaan apa? karena domain Inspektorat itu pada pengawasan internal pemerintah," ucap Hakim, Senin (07/08/2023).


    Menurut Hakim, kedudukan Inspektorat didefinisikan sebagai penerima pengaduan tetapi statusnya adalah pengawasan.


    "Implementasi Perpres 16 Tahun 2018 terkait penanganan pengaduan masyarakat dalam pengawasan oleh Inspektorat, jangan kemudian mendegradasi kewenangan APH dalam penegakan hukum terhadap tindakan pidana korupsi," ujar Hakim.


    Penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara atau mengarah pada tindak pidana korupsi itu, lanjut Hakim, mutlak kewenangan APH dengan mengacu pada UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagai akibat dari tidak adanya sinergitas bahkan kelemahan Inspektorat sendiri pada aspek pengawasan dan pertanggungjawaban.


    "Bahkan lebih jauh deskripsi fakta hukumnya sering mengakibatkan terjadinya delik penyuapan kepada auditor," tegas Hakim


    Yang menjadi masalah di dalam pemerintah daerah kita itu, kata Hakim, karena Korupsi diketahui setelah adanya kasus kerugian Negara dan atau tindak pidananya.


    "Ini menunjukan bahwa pemerintah daerah kita tidak memiliki strategi preventif terutama dari Inspektorat dalam kapasitasnya sebagai APIP yang berakibat munculnya masalah secara reaktif," ungkapnya.


    Padahal menurut Hakim, domain pengawasan Inspektorat dapat dilihat dalam rujukan Permendagri Nomor 35 Tahun 2018 tentang Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2019 yang berbasis prioritas dan risiko untuk mencegah korupsi.


    "Implementasi aturan ini kan sebenarnya sudah ada melalui adanya perjanjian kerjasama antara Kemendagri dengan Kejagung dan Kapolri tentang Koordinasi APIP dengan APH dalam Penanganan Laporan atau Pengaduan Masyarakat yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi pada Penyelenggaraan Pemerintah Daerah," kata Hakim.


    Dengan demikian, masih menurut Hakim, dirinya mempertanyakan asas hukum apa yang digunakan Inspektorat dalam pemeriksaan para Kades, sedangkan penyetoran uang jutaan dari para Kades kepada oknum lawyer itu sudah terjadi.


    "Toh lawyer juga bukan aparatur pemerintah yang bisa direkomendasikan inspektorat untuk mengembalikan uang dari para Kades atau pengenaan TGR terhadap yang bersangkutan," imbuh Hakim.


    Bahkan, lanjut Hakim, jika dalam hal ini DMPD turut merekomendasikan kepada Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan kepada para Kades dan Inspektorat merekomendasikan temuan pidana kepada APH, maka hal itu adalah tindakan konyol.


    "Ini konyol, karena jika itu terjadi namanya bukan menyelesaikan tetapi mengorbankan, kades lagi kades lagi," pungkas Hakim Adonara.


    (*red)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini